Cerpen Karya “Amirah Hinasah Rosyanna”

Event Details

Selasa, 29 September 2020

7:00 am - 6:00 pm

Cerpen Karya “Amirah Hinasah Rosyanna”

OM ROHOT TETANGGA BARU YANG BAIK

Karya Amirah Hisanah Rosyanna Putri Nugroho

Belum lama, di kompleks perumahan Syera, ada tetangga baru bernama Om Rohot. Om Rohot itu pindahan dari Medan. Jadi, logat bicaranya terdengar seperti sedang marah, tetapi sebenarnya tidak. Syera merasa kasihan pada Om Rohot karena seringkali menjadi perbincangan anak-anak komplek.

Di sore yang cerah, Syera bermain bersama Lilis, Gendis, Ayu, Iis, dan Eka. Mereka sedang bermain congklak di pondok bermain. Syera berpasangan dengan Gendis, Lilis dengan Iis, dan Ayu berpasangan dengan Eka. Mereka lalu mencari tempat yang nyaman..

Kemudian, Gendis memulai perbincangan dangan logat Jawanya. “tahu enggak, kemarin aku lihat Om Rohot memanggil Dwi sambil marah-marah. Manggilnya seperti ini, Dwii! Dwiii! seperti itu,” Cerita Gendis. Namun, teman-temannya yang berada di pondok menertawakannya karena logatnya yang meniru logat bicara Om Rohot. “Haaa haaa haaa. Gendis, Gendis,” teman-temannya tertawa sambil geleng-geleng kepala.“Iiih, aku lagi cerita, kok kalian malah tertawa, sebel deh,” kata Gendis memasang wajah cemberut.

“Kamu lucu sekali meniru gaya Om Rohot,” kata Lilis. “Iiih Lilis, aku kan, cuma cerita yang kemarin aku dengar. Iiiih, sebel, deh,” gerutu Gendis. “Iya, iya, maaf,” ujar Lilis merasa bersalah, tapi masih tertawa. Teman-temannya hanya bisa tertawa kecil atau tersenyum-senyum. Karena takut Gendis marah. Jika Gendis marah, terkadang teman-temannya tertawa karena wajah tembamnya dan gaya bicaranya yang lucu.

“Terus, bagaimana lagi ceritanya, Ndis?“ tanya Eka. Gendis yang semula cemberut, seketika menjadi malu. “Eh, aku enggak tau lagi. Soalnya setelah itu aku lanjut jalan lagi karena disuruh ibu ke warung Ucok,” jawab Gendis. “Yah, gimana sih, Ndis. Kita sudah mulai penasaran, kamu malah enggak tau. Ah, enggak seru nih, Gendis!” ujar Eka. “Ya maaf, kan aku enggak tau lagi. Kata Pak Haji Harun, perintah orangtua harus lebih diutamakan kan.” kata Gendis membela diri. “Gendis, Gendis,” teman-temannya menggeleng kepala.

Lalu, tiba-tiba Eka pun bercerita. “waktu itu, aku juga pernah lihat, Om Rohot marah-marah karena buah mangga yang ia tanam dicuri orang. Tapi masih belum tahu siapa pelakunya,” cerita Eka. “Tapi kamu tahu kelanjutan ceritanya kan, Ka?” tanya Lilis. “Ya tahu lah,” jawab Eka. “Oh, aku kira kamu nanti seperti Gendis. Hanya tahu awalnya, tapi waktu kejadiannya malah enggak tau,” sindir Lilis sambil melirik ke arah Gendis. Gendis yang merasa disindir tersenyum malu. “Setelah itu, bagaimana Ka?” tanya Iis penasaran. “Lalu, aku datangi Om Rohot dan bertanya. Katanya, sudah seminggu ini, mangganya dicuri tapi belum tahu pelakunya. Aku menawarkan diri untuk mencari tahu pelakunya. Dan Om Rohot malah membentak aku. Terus aku tinggal orangnya karena kesal. Tapi, aku masih ingin tahu pelaku yang sesungguhnya,” jelas Eka panjang lebar. Syera, Lilis, Ayu, dan Gendis mendengarkan cerita Eka dengan penuh perhatian..

Ketika Syera berjalan pulang, ia melewati rumah Om Rohot. Rupanya, Om Rohot sedang  menyapu halaman rumah. Tanpa rasa takut, Syera menyapa Om Rohot dengan ramah. “Permisi, Om Rohot,” sapa Syera. “Oh rupanya kau Syera. Silahkan!” balas Om Rohot sama ramahnya. Namun, perbedaannya Om Rohot suaranya sangat keras. Karena itu teman-teman Syera mengira Om Rohot seperti marah-marah dan membentak mereka.

“Ibu, Syera pulang!” kata Syera selepas membuka pintu rumahnya. Tak sampai sepuluh detik, tampak Ibu keluar dari dapur. “Syera, kamu sudah pulang?” tanya Ibu. “Sudah, Bu,” jawab Syera. “Ya sudah, bantu Ibu yuk, menyiapkan makan malam,” ajak Ibu. ”Iya Bu,” angguk Syera.

Kemudian, Syera dan Ibu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam. “Ibu, tadi waktu Syera main di pondok, teman-teman Syera  membicarakan Om Rohot,” cerita Syera pada ibunya. “Oh ya, membicarakan apa?” tanya Ibu penasaran. “Teman-teman Syera bilang, Om Rohot itu suka marah-marah terus.” Jawab Syera “Nah, sekarang Ibu yang bertanya. Ketika bermain tadi, Syera menegur teman-teman tidak, sewaktu mereka membicarakan Om Rohot?” tanya Ibu lembut. “Tidak Bu,” jawab Syera. Ibu yang sedang memasak mengecilkan api kompor. Lalu berkata, “Syera sayang, kalau ada teman yang sedang membicarakan seseorang tidak sesuai dengan kebenarannya, kita wajib menegur. Apalagi sampai menjadikannya bahan perbincangan. Syera kan, tahu kalau sebenarnya Om Rohot itu baik, Syera jelaskan pada teman- teman bahwa Om Rohot, bukan seperti yang mereka kira,” jelas Ibu. “Tapi, Bu….” Sanggahnya. Ia bingung harus berbicara apa. “Syera, dalam bertetangga itu, pasti ada perbedaan. Jika kita mengerti perbedaan itu maka kita harus menghargainya. Karena dengan menghargai perbedaan akan tercipta kerukunan dan keharmonisan,” ucap Ibu sabar.

Esoknya, ketika di sekolah, teman-teman Syera kembali memperbincangkan Om Rohot. Syera menegur mereka. “Teman-teman, kita tidak boleh membicarakannya seperti itu. Kata Ibuku, dalam bertetangga itu, pasti ada saja perbedaan. Kita harus menghargainya agar tercipta kerukunan dan keharmonisan. Dan apakah kalian tahu, Om Rohot itu sebenarnya tetangga yang baik. Hanya logat bicaranya saja yang berbeda dengan kita,” Mereka hanya mengangguk-angguk.

Dalam perjalanan pulang, sebenarnya ada niat teman-teman Syera untuk minta maaf pada Om Rohot. Tetapi, mereka malu untuk mengucapkannya. Mereka takut Om Rohot marah. “Syera, kamu mau tidak, menemani kami meminta maaf pada Om Rohot?” tanya Eka mewakili teman-teman yang lain. Teman-teman Syera menatap dengan wajah penuh mohon. “Oh, boleh, boleh, aku mau,” jawab Syera. Ada nada senang dari ucapannya.                                                      Saat tiba di depan rumah Om Rohot, Syera menyapanya. “Hai, Om Rohot!” sapa Syera. Om Rohot tampaknya sedang mengupas buah mangga. “Oh, hai Syera,” balas Om Rohot ramah pula. Terlihat teman-teman Syera menunduk. “Om Rohot, ada yang mau teman-teman Syera sampaikan,” kata Syera.

Lalu, Lilis mulai berbicara. “Ehmmm….Om Rohot maafkan kami ya, karena kami pernah membicarakan Om Rohot sebab logat bicara Om Rohot. Tapi sekarang kami tahu, setiap bertetangga pasti ada perbedaan dan seharusnya kami menghargainya. Sekali lagi maafkan kami ya, Om Rohot,” ungkap Lilis dengan menunduk. Om Rohot kemudian, berkata kepada mereka sambil tersenyum. “Oh tak apa, aku paham sekali. Logat bicaraku memang sedikit berbeda dari kalian. Aku sudah memaafkan kalian. Lain waktu, jangan kalian ulangi kembali ya,” kata Om Rohot. Mereka sangat lega dan mulai tersenyum. “Yuk, ku buatkan jus mangga. Aku baru saja panen mangga” ajak Om Rohot. Akhirnya mereka minum jus buah mangga hasil panen Om Rohot. Rasanya segaaar sekali.

Ternyata benar ucapan Syera bahwa Om Rohot adalah tetangga yang baik. Ia tidak hanya memaafkan kesalahan mereka, tetapi juga membuatkan mereka jus mangga yang segar. Kini, mereka sadar, bahwa setiap perbedaan jika mereka menghargainya, akan tercipta sebuah kerukunan dan keharmonisan.