Karya Oleh Noviza Azahra–VII 4 Reguler

Haikal, seorang anak SMA bersurai coklat, sedang terhanyut oleh pikirannya selagi menatap kosong langit yang berada di luar jendela. Entah apa yang dipikirkannya, pemuda itu tiba-tiba teriak sambil menggerutu.
“Aaaaaaa! Mana mungkin aku bisa melakukannya!” sontak seisi kelas menatapnya dan tertawa lepas.
“Hahahaha, Haikal, kamu kesambet apaan? lagi-lagi kamu pasti mikirin mimpi kamu yang gak bakal terwujud itu,” ucap salah satu murid yang ada di kelas.
Haikal tersadar apa yang baru saja terjadi, lalu dia menunduk malu menyembunyikan wajah nya yang sudah memerah seperti kepiting rebus. Ia terkesiap ketika ada orang yang menepuk pundaknya, lalu ia menoleh dengan keadaan berkeringat dingin karena orang yang menepuknya itu adalah guru yang sedang mengajar di jam pelajaran itu,
“Hehe, ada apa pak?” tanya Haikal dengan gugup.
“Haha hehe haha hehe! Kamu udah saya bilangin kalo di pelajaran saya jangan melamun! Sebentar lagi udah mau ujian, belajar yang serius! Nilai kamu tuh rendah sekali, mau jadi apa kamu nanti, ha?” bentak guru itu pada Haikal, yang membuat seisi kelas bungkam.
Haikal menunduk selagi dimarahi guru itu. Selesai guru itu mengomel, tiba-tiba bel istirahat berbunyi nyaring mengisi seisi kelas. Guru itu menghela napas panjang dan membubarkan kelas. Murid-murid langsung berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin. Haikal pun juga ikut keluar kelas menuju kantin bersama dua orang sahabatnya yang bernama Dimas dan Mahen. Mereka bertiga sudah berteman sejak SD di kelas yang sama selama enam tahun berturut-turut. Mimpi mereka bertiga pun sama, yaitu menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa menghibur banyak orang melalui nyanyiannya.

Sesampainya di kantin, mereka bertiga langsung mencari tempat duduk. Suasana kantin kini sangat ramai oleh siswa-siswi yang sudah mengantri untuk makan siang. Kemudian, Dimas beranjak meninggalkan dua orang sahabatnya untuk memesan makanan, tetapi ditahan oleh Mahen.
“Nitip dong, aku pesen nasi goreng sama jus alpukat, ya!” kata Mahen.
“Aku juga dong, gado-gado satu sama minumannya es teh,” saut Haikal.
“huft… ok,” Dimas menghela napas panjang, lalu meninggalkan dua sahabatnya itu.
Setelah penampakan Dimas hilang dari pandangan mata Mahen, ia mengeluarkan handphone-nya, kemudian mengecek notifikasi yang masuk beberapa saat yang lalu. Notifikasi itu berasal dari staff audisi agensi LSM Entertainment yang berisi pengumuman mengenai pemuda yang lolos untuk menuju babak selanjutnya. Haikal, yang berada di sampingnya, ikut mengecek handphone-nya untuk mengetahui apakah dia lolos atau tidak. Akan tetapi, Haikal tiba-tiba berlari meninggalkan sahabatnya yang berada di kantin sambil menutupi wajahnya yang menangis. Dimas yang baru saja balik setelah memesan makanan terlihat kebingungan ketika melihat Haikal berlari melawati koridor kelas. Dimas menaruh nampan yang berisikan makanan mereka bertiga di atas meja, lalu duduk berseberangan dengan Mahen.
“Itu si Haikal kenapa? Kok dia kabur?” tanya Dimas kepada Mahen dengan penasaran.
“I-itu… Haikal enggak lolos audisinya tapi kita lolos,” kata Mahen.
Mata Dimas terbelalak ketika mendengar perkataan Mahen. Dimas tidak tahu harus senang atau sedih. Ia tahu bahwa Haikal dari kecil sangat bermimpi menjadi seorang penyanyi dan ia juga tahu bahwa perjuangan Haikal mengikuti audisi ini tidak mudah.
Di samping itu, ada Haikal yang sedang berlari menuju atap sekolah karena tempat itu sepi. Sesampainya ia di atap sekolah, ia menangis sejadi-jadinya seakan besok dunia akan hancur. Di sela tangis, Haikal bergumam.
“Pa, maafin Haikal karena gak bisa seperti Papa dan gak bisa nepatin janji Haikal,” gumam Haikal sambil terisak-isak.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki yang mengarah ke Haikal. Dengan cepat, Haikal menghapus air matanya dan berbalik untuk mengetahui siapa pemilik suara langkah kaki itu. Ternyata, itu adalah suara langkah kaki milik kedua sahabatnya, Dimas dan Mahen. Mereka berdua langsung berlari kecil mendekati Haikal dengan raut wajah khawatir.
“Haikal, kamu ga papa?” kata Mahen, tetapi tidak dijawab oleh orang yang ada di hadapannya.
“Haikal, tetep semangat ya! Aku bakalan tetep dukung kamu kok. Masih ada jalan lain buat jadi penyanyi. Jadi, jangan patah semangat,” ujar Dimas yang berusaha menenangkan dan menghibur Haikal.
Haikal lagi-lagi tidak menjawab ucapan sahabatnya. Sekarang, suasana di atap sekolah hening; tidak ada lagi yang membuka mulut; hanya terdengar suara hembusan angin. Di tengah kesunyian itu, terdengar dering telepon dari saku celana Haikal yang membuat Haikal tersadar dari lamunannya dan segera mengangkat telepon itu.
“Halo, apakah ini dengan Haikal?” tanya orang yang ada di seberang telepon.
“Iya, ini siapa ya? Ada keperluan apa?” jawab Haikal dengan kebingungan.
“Saya staff dari agensi BSH Entertainment ingin merekrut anda menjadi artis di agensi kami karena suara anda sangat cocok dengan ciri khas agensi kami. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan besok datang ke gedung BSH Entertainment. Semoga anda bisa mempertimbangkan tawaran ini. Terimakasih,” ucap panjang lebar orang itu lalu mengakhiri panggilan itu.
Kini Haikal terpaku diam tidak bisa berbicara sepatah kata pun karena terlampau senang. Sedangkan dua orang sahabatnya kebingungan dengan tingkah Haikal yang sedang senyum-senyum tidak jelas.
“Dia kenapa sih? Wajah nya aneh. Emang nya siapa sih yang nelpon?” tanya Mahen.
“Haikal? Hei! Jawab dong!” ujar Dimas sambil menggoyangkan tubuh Haikal.
Haikal tersadar ketika Dimas menggoyangkan tubuhnya, lalu menoleh ke arah dua orang sahabatnya itu dengan wajah tersenyum sumringah.
“Ya Allah, Aku di tawarin masuk agensi BSH Entertainment yang terkenal itu loh! Katanya suaraku pas sama ciri khas agensi nya. Seneng banget ya Allah,” ucap Haikal antusias.
“Syukur deh kalo gitu. Semangat ya! Ayo kita berjuang bersama-sama!” ujar Dimas.
“Iya. Pokoknya kita bertiga harus jadi penyanyi terkenal dan sukses. Harus janji ya!” ucap Mahen sambil mengeluarkan jari kelingking nya.
“Iya janji!” balas Haikal dan Dimas bersamaan.

Beberapa tahun kemudian

Di sebuah tempat ziarah, ada pemuda yang sedang menaburkan bunga ke atas makam seseorang.
“Pa, sekarang aku udah sukses sebagai penyanyi. Aku sudah bisa menempati janjiku kepada Papa. Semoga aku udah bisa bikin Papa bangga sama aku,” ucap pemuda itu.
Selesai berziarah, pemuda itu mendapatkan panggilan telepon dan segera mengangkatnya.
“Halo, Haikal, kamu jadi dateng kan buat syuting sama aku dan Mahen?” tanya se sosok pemuda dari seberang telepon.
“Jadi kok. Oh ya Dimas, nanti jadi kan habis syuting kalian bakalan dateng kerumah aku?” jawab pemuda itu.
“Tentu jadi dong. Cepet dateng ya! Mahen nanyain mulu tuh,” ujar pemuda di seberang telepon.
“Iya, sampai nanti,” jawab pemuda itu, lalu mematikan teleponnya.
“Bye pa, lain kali aku dateng lagi bawa Dimas dan Mahen,” ucap pemuda itu dengan tersenyum.

Tamat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>